A.
KASUS
Jember
- Maraknya kasus penculikan bayi dan anak sering dikaitkan dengan dugaan
perdagangan organ tubuh, seperti ginjal, kornea mata, hati, dan jantung.
Kendati demikian, isu tersebut masih perlu ditelusuri lagi kebenarannya.
Aktivis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) di Kabupaten Jember, Jatim,
Dewi Masyitah membenarkan kemungkinan perdagangan organ tubuh anak dengan
perdagangan anak ke luar negeri. Namun kasus itu belum pernah ditemukan di
sejumlah daerah seperti di Kabupaten Jember.
Jember
merupakan 'kantong' tenaga kerja Indonesia (TKI), sehingga kemungkinan pahlawan
devisa Jember bisa jadi menjadi korban perdagangan organ tubuh melalui sindikat
internasional. Kasus perdagangan anak yang terjadi di Jember, bukan tidak
mungkin menjadi peluang sejumlah pihak yang ingin menikmati keuntungan besar
dengan melakukan transaksi jual beli organ tubuh anak tersebut kepada seseorang
yang kaya dan mampu membeli organ tubuh itu dengan harga mahal.
Jurnal
kesehatan "The Lancet" menyebutkan, harga ginjal di pasaran mencapai
15.000 dolar AS. Sepotong hati manusia harganya mencapai 130.000 dolar AS, sama
dengan harga sebuah jantung. Sedangkan harga paru-paru bisa mencapai 150.000
dolar AS. Tinggi rendahnya harga sejumlah organ tubuh manusia sesuai dengan
mekanisme pasar, yakni semakin besar permintaan, harganya semakin mahal.
Diperkirakan jutaan orang mengantre untuk mendapatkan transplantasi organ
tubuh, seperti jantung, ginjal, dan hati. Di Indonesia, diperkirakan ada 70.000
penderita gagal ginjal kronis yang membutuhkan cangkok ginjal. Sedangkan di
Jepang terdapat 11.000-an penderita gagal ginjal.
B.
ANALISIS
B.1. Transplantasi Dan Jual Beli Organ Tubuh Dari Segi Agama Islam
Didalam syariat
Islam terdapat 2 macam hukum
mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor.
Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara
seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu,
seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan
kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka
hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an :
1) surat Al –
Baqorah ayat 195
” dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
2) An – Nisa ayat
29
” dan
janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
3) Al – Maidah
ayat 2
” dan jangan
tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “
b.
Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Sebelum kita
mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan
kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum
yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan
setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia
meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau
yang lainnya.
2. Jika terdapat
kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang
menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan
kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat
keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau
jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus
dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ
telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa
juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi
hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Persoalan yang
menyangkut transplantasi organ tubuh adalah jual-beli atau sumbang organ tubuh
kepada orang yang memerlukannya. Dalam berbagai literatur fikih ditemukan
pernyataan para ulama fikih yang tidak membolehkan seseorang memperjualbelikan
organ tubuhnya karena hal itu bisa mencelakakan dirinya sendiri. Sikap
mencelakakan diri sendiri dikecam oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam surah
al-Baqarah (2) ayat 195 tersebut di atas. Jamaluddin Abu Muhammad
Abdullah bin Yusuf bin Muhammad Ayyub bin Musa al-Hanafi az-Zaila’i (w. 762
H/1360 M), tokoh fikih Mazhab Hanafi dalam kitab fikihnya, Path al-Qadir, menyatakan
bahwa ulama Mazhab Hanafi sepakat menyatakan bahwa tidak boleh
memperjualbelikan organ tubuh manusia. Pernyataan senada juga muncul dari Imam
al-Qarafi (w. 684 H/1285 M) dari kalangan Mazhab Maliki, Imam Badruddin
az-Zarkasyi (745-794 H) dari kalangan Mazhab Syafi’i, dan Ibnu Qudamah dari
kalangan Mazhab Hanbali. Organ tubuh manusia, menurut mereka, merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari manusia itu sendiri, karena masing-masing organ
tubuh mempunyai fungsi yang melekat dengan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,
memperjualbelikan bagiannya sama dengan memperjualbelikan manusia itu sendiri.
Memperjualbelikan manusia diharamkan oleh syara.
B.2. Transplantasi Dan Jual Beli Organ Tubuh Dari Segi Hukum Positif
Indonesia
Pada dasarnya hukum positif Indonesia
memperbolehkan dilakukannya transplantasi organ tubuh dalam hal upaya
pengobatan, hal ini jelas diatur dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Dalam pasal 64 ayat (1) UU kesehatan
disebutkan bahwa :
”Penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi,
serta penggunaan sel punca”
Dalam pasal
diatas disebutkan bahwa transplantasi merupakan salah satu upaya penyembuhan
penyakit yang boleh dilakukan oleh tenaga medis di Indonesia. Adapun
ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan transplantasi
organ diatur dalam pasal 65 UU kesehatan, yaitu :
(1) Transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan
tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang
bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau
keluarganya.
(3)
Ketentuan
mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan
ketentuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam upaya penyembuhan penyakit
transplantasi organ dapat dilakukan asal sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam UU kesehatan.
Permasalahan yang kemudian timbul dari
adanya transplantasi ini ialah ketersediaan donor yang jumlahnya lebih sedikit
daripada orang yang membutuhkan donor, sehingga timbul permasalahan baru yaitu
jual-beli organ. Timbulnya permasalahan jual-beli organ ini sudah diantisipasi
oleh para perumus UU, dalam 64 UU kesehatan telah diatur mengenai larangan
praktek jual-beli organ, ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh,
implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta
penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan
kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh
dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Dengan demikian
telah jelas bahwa hukum positif Indonesia memperbolehkan dilakukannya
transplantasi organ dalam rangka upaya penyembuhan selama sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Ketika terjadi komersialisasi (jual-beli) dalam
transplantasi organ maka itu tidak dibolehkan dan diancam dengan sanksi pidana.
C.
KESIMPULAN
Dalam analisis diatas penulis meninjau
mengenai transplantasi ini dari segi agama islam dan hukum positif Indonesia,
karena dalam pasal 2 Undang-Undang Kesehatan dijelaskan bahwa Pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa baik dari segi agama ataupun segi hukum positif
membolehkan dilakukannya transplantasi organ dalam upaya medic sepanjang sesuai dengan
ketentuan UU, namun dalam hal terjadi komersialisasi (jual-beli) dalam
pelaksanaan transplantasi organ ini dengan alasan apapun dilarang dan diancam
dengan sanksi pidana. Terlebih dalam agama islam praktek jual beli organ ini
diharamkan karena pada dasarnya organ tubuh manusia itu haram dan yang haram
itu dilarang untuk diperjualbelikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar